Saudara Daspan mantan Raksabumi desa Surawangi, bercerita
kepada saya Opin Asropi-Sekretaris Desa Sutawangi,
penulis Legenda Desa Sutawangi
pada tahun 1988 , mengenai sejarah asal usul
nama Sutawangi.
Konon, desa Satawangi
lahir dari hasil pemecahan Desa Jatiwangi tempo dulu dan terjadi
pada tahun 1587. Sejarah asal usul nama Jatiwangi itu sendiri jauh
sebelum desa Jatiwangi, Desa Karang Anyar, Desa
Mandapa, dan Desa Sutawangi lahir. Dahulu ada
sebuah wilayah yang didominir oleh seorang yang
paling mampu dan mempunyai banyak kelebihan terutama dibidang ilmu
kedigjayaan , dimana wilayah yang dimaksud
adalah “ Wanayasa “ suatu wilayah, dimana
di dalamnya termasuk wilayah kecamatan Jatiwangi
sekarang, meliputi wilayah : Desa Jatiwangi tempo dulu
(wilayah Kecamatan Jatiwangi sekarang , desa
Mandapa dan desa Karang Anyar ),
desa-desa dalam Kecamatan Dawuan (kecuali
desa Mandapa dan Desa Karang Anyar ),
desa-desa dalam Kecamatan Kertajati , desa-desa dalam Kecamatan
Jatitujuh, desa-desa dalam kecamatan Ligung dan desa-desa dalam kecamatan
Palasah , dimana istilah kecamatan ketika itu belum ada.
Kawasan tersebut
diatas didirikan oleh seorang yang bernama “ SAKWATA GELAR
“, yang selanjutnya
tampuk pimpinan kekuasaan dilanjutkan oleh anak
keterunanya yang benama “ PRABU BANJAR SARI “ mempunyai anak
, diantaranya : GIWANG KARA, PRABU
SWARMAN, KARMAYASA dan
WIRAPATI. Dari WIRAPATI ini kekuasaan
negeri ini tidak dilanjutkan oleh anak
keturunanya (sehubungan putra mahkotanya telah gugur dimedan
perang sebagaimana akan diceriterakan selanjutnya ), akan tetapi
diteruskan oleh adik-adiknya yang bernama RADEN NIRMALA sebagai
raja , dan adiknya yang satu lagi yang benama “
ARYA JATEN JATISWARA “ sebagai maha patihnya. Dan akhirnya setelah Raden
Nirmala wafat, Aria Jaten Jatiswara ini naik keprabo ( naik tahta )
menjadi Raja Wanayasa yang terkhir.
Karena beliau mempunyai
tampuk kepemimpinan yang sangat baik dan dapat diterima
rakyatnya sehingga kawasan Wanayasa ini dapat berkembang dan
bertahan dalam kurun waktu relatif cukup
lama, hingga runtuhnya
Wanayasa, kemudian timbul
Istilah kedemangan/ atau kawadanaan
Jatiwangi, meliputi kawasan daerah (istilah sekarang kecamatan ),
yaitu: Kecamatan Jatiwangi, kecamatan Jatitujuh, kecamatan
Ligung, kecamatan Kertajati, kecamatan
Dawuan, kecamatan Palasah.
Hal tersebut dimana
diceritakan dalam kisah “ Babad Perang Bantar V “
, dimana Arya Jaten
Jatiswara mendapat serangan dari pangeran
Muhammad Bupati I (pertama ) Majalengka
yang dibantu oleh seorang yang bernama Manikomala yang bergelar “
Jaya Pergiwa “ hingga runtuhnya
nagari Wanayasa dan timbulnya istilah
kademangan dan sebagai jasa – jasanya
Manikomala ini oleh Pangeran Muhammad diangkat
menjadi kademangan Jatiwangi ( Demang atau Wedana pertama ).
Adalah asal usul
Desa Sutawangi itu sendiri
diceritakan dari mulut kemulut hingga menjadi suatu legenda yang dipercaya
keberadaanya, konon katanya ketika raja Wirapati
berkuasa di kerajaan Wanayasa ini , tersebutlah
Wanayasa mendapat serangan dari
kerajaan Girilawungan (Majalengka tempo dulu
) yang ketika itu dipimpin oleh
seorang ratunya bernama “ Nyi Rambut Kasih
“ Maka terjadilah
perang sedasyat-dasyatnya antara pasukan Rambut
Kasih dipihak pertama dan dilain pihak pasukan Wanayasa
yang dipimpin oleh
seorang putra mahkota yang bergelar “SUTAPRANA“
atau dalam istilah bahasa sunda “ Suta “ berarti anak dan
“Prana “ berarti wangi sehingga
dari peperangan tersebut mengakibatkan gugurnya
seorang pahlawan nageri Wanayasa, yaitu
Sutaprana. Oleh karenanya
untuk mengenang jasa – jasanya
atas kepahlawanan Sutaprana tersebut diabadikan
menjadi nama suatu desa, yaitu desa Sutaprana atau Desa Sutawangi sekarang.
Kepala desa Sutawangi untuk pertama kali manggung adalah
yang bernama Saca Guna, yang dimakaman di suatu kampung , yang
sekarang pemakaman tersebut diabadikan menjadi nama pemakaman
“ Buyut Guna “ (dalam istilah bahasa sunda : “Buyut Guna “ terdiridari
dua suku kata yaitu kata Buyut dan Guna, dimana Buyut
artinya nenek moyang dan Guna berasal
dari sempalan nama Saca Guna),
dan tempat peristirahatan terakhir sang kakek moyangnya
masyarakat Sutawangi pertama ini letaknya dipinggir jalan Raya Jatiwangi –
Tonjong atau tepatnya di Dusun 02- Kapur (belakang
eks.kompleks Pabrik Gula Jatiwangi- Desa Sutawangi ). Dimana Saca guna
ini adalah cucu dari “ Arya Limbangan“ seorang maha patih nageri Wanayasa
ketika Arya Jaten Jatiswara berkuasa.
SUTAPRANA PUTRA TERBAIK NEGERI WANAYASA
Siapakah nama asli sang Sutaprana, dan dimana
dimakamkannya sang heroik ini, serta tahun berapa meninggalnya ?
Tidak ada keterangan sama sekali, baik dari cerita
masyarakat maupun dari
prasasti. Malah prasastinyapun tidak
ada. Akan tetapi sumber berita
ini, penulis : Opin Asropi , Sekretaris Desa pada tahun 1990 telah
mendapat berita dari Pak Emon mantan Pamong Desa
meninggal tahun 2002 pada usia 116 tahun. Dan Pak Emon dari ayahnya Pak Sanen ,
dari kakeknya dari ……… dan seterusnya , sayang pak Emon tidak dapat
menerangkan sampai kepada sanadnya, akan tetapi
ketika pada zamannya kakeknya pak Emon, kata pak
Emon cerita ini sangat mashur di negri
ini, yaitu
ceritera akan kepribadian , keteguhan hati dan
keheroikannya seorang Sutaprana.
Sebelum kita kita berangkat ceritera akan
kepribadian, keteguhan dan keheroikannya
ini, terlebih dahulu kita
bercerita tentang seorang prajurit Demak sepulang mengadakan
penyerangan ke kerajaan Pajajaran yang kesasar di Negri Wanayasa, namanya Ky.
Kasirah – seorang muslim. Tidak akan kami
diceriterakan dahulu tentang
bagaimana pertemuan antara Ky Kasirah dengan Suta Prana ini,
yang jelas Sutaprana
telah mengambil jalan hidup yang berbeda dengan keluarga besar Wanayasa.
Dimana Suta Prana adalah benar – benar seorang
muslim sejati murid kesayangan
gurunya, Ky.Kasirah,
sementara keluarganya dan
lingkungannya sendiri
masih bergelut
dengan aliran kepercayaan ,animisme.
Alangkah baiknya jika kita memulai kisah
dengan pribadinya : seorang remaja
Wanayasa terkemuka, seorang yang paling ganteng nan tampan,
yang semangat kemudaan penuh jiwa , sehingga semangat
kemudaanya dilukiskan
oleh seorang pujangga dengan
kalimat “ Seorang putra mahkota Wanayasa yang mempunyai
nama paling harum atau “ wangi “
Ia lahir dan dibesarkan dalam kesenangan ,
dan tumbuh dalam lingkunganya,
dalam lingkungan alam Wanayasa , pada
alam dimana ayahnya “ Wirapati “ seorang
penguasa atau pembesar di
negeri ini. Mungkin tak ada seorangpun diantara anak –
anak muda
Wanayasa yang seberuntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya
sedemikian rupa seperti yang dialami Sutaprana. Apalagi Sutaprana
kenyataan ini benar-benar seorang anak tunggal !
Mungkinkah kiranya seorang
anak muda yang serba kecukupan, bisa hidup
mewah dan manja, menjadi buah bibir atau idola
gadis-gadis Wanayasa dan menjadi bintang
ditempat – tempat pertemuan, tiba-tiba menjelma
menjadiseorang ksatria hingga menjadi buah cerita dipanggung dunia
Wanayasa ini……. Dan tiba –
iba ia tampil dalam
semangat kepahlawanan ?
Sungguh, suatu riwayat penuh pesona, riwayata seorang
Sutaprana yang baik yang
penuh tauladan……… ini tiada lain ini adalah berkat
tempaan nilai-nilai Islam, tentunya dan didikan Ky. Kasirah,
adanya.
Tapi corak kepribadian manakah….?
Sungguh, kisah hidupnya menjadi kebanggaan bagi kemanusiaan pada
umumnya.
Suatu hari anak muda ini mendengar berita yang telah
tersebar luas dikalangan warga Wanayasa mengenai Ky. Kasirah
ini, yang mengatakan bahwa dirinya menganut ajaran
Muhammad S.A.W sebagai pembawa berita suka
ataupun tidak suka dan
dirinya mengatakan sebagi da’i yang
mengajak umat beribadat kepada Allah Yang maha
Esa. Maka dengan sendirinya
anak manja ini rupanya yang paling banyak menerima berita ini,
berita agama yang dibawa Ky. Kasirah . Karena
sekalipun usianya masih belia, akan tetapi gayanya yang tampan dan
penuh pesona serta cerdas otaknya .Sehingga
si cerdas ini
tak heran, kalau ia selalu
menjadi bunga majlis disetiap
pertemuan dan seorang yang mudah bergaul di
kalangan masyarakat dan
luas pandanganya. Inilah yang
merupakan keistimewaan tersendiri dari seorang Sutaprana.
Diantara berita yang didengarnya ialah bahwa Ky. Kasirah
bersama pengikutnya biasa mengadakan pertemuan di suatu tempat
yang terhindar jauh dari rongrongan
gerombolan kaum animisme
Wanayasa. Tidak disebutkan tepatnya dimana lokasi pertemuan
itu, dan kalau disuatu rumah , ya dirumah siapa ?.Entahlah…
Tapi yang jelas si cerdas
ini, disuatu senja yang
didorong oleh suatu kerinduanya
yang mendalam , maka tidak panjang
lebar lagi pergilah ia kesuatu tempat
rahasia itu, tempat yang biasa Ky.
Kasiran dan para sahabatnya berkumpul, tempat dimana ayat –ayat
Al-Qur’an itu selalu didengungkan dan ajaran
sholat diajarkan, maka di tempat itu pula
Sutaprana mulai bersaksi :
“Bahwa tiada ilah kecuali Allah, dan bahwa Muhammad
adalah utusan Allah “.
Maka begitu mengucapkan kedua kalimat
sahadat, aneh bin ajaib dada pemuda yang semula
dirasakan panas penuh gejolak, hingga tiba-tiba berubah menjadi
sebuah lubuk hati yang tenang dan damai, tak obah bagai lautan yang teduh dan
dalam .
Dan sungguh pemuda yang telah
islam dan penuh keimananya ini, kini
benar- benar bukan
Sutaprana yang manja seperti dulu.Tapi kini si wong
bagus ini benar – benar telah
mermiliki ilmu hikmah
yang luas – berlipat ganda dari
ukuran manusia se- usianya –
dan benar – benar telah mempunyai kepekatan hati
yang mampu merubah jalan sejarah …….!
Nyi Mas Sarinten, yakni ibunda Sutaprana,
adalah seorang yang berkepribadian kuat dan
berpendirian yang tak dapat ditawar – tawar atau
diganggu gugat. Ia seorang wanita cerewet……. Terpandang…, disegani
sekaligus ditakuti kaumnya. Sungguh seorang yang paling
galak di kalangan Kaum Wanayasa ini !
Adalah Sutaprana dalam
menganut Islam ini, sudah barang tentu
tiada s atupun kekuatan
manusia yang ditakuti dan dikhawatirkan bagi
dirinya kecuali ibunya
sendiri, bahkan walaupun seluruh
penduduk Wanayasa ini beserta
berhala berhalanya, para
pembesar dengan pedang
dan parangnya berubah menjadi suatu
keganasan demikian rupa dan menjadi
sesuatu kekuatan yang
menakutkan yang
hendak menyerang dan menghancurkanya,
tentunya bagi Sutaprana hal itu akan menganggapnya sesuatu
yang kecil dan enteng. Akan sebaliknya apabila yang dihadapi
itu nyatanya ………. tantangan dari sang
ibu si cerewet , sudah barang
tentu bagi Sutaprana lain ceritanya… tentunya
bukan lawan enteng memeh dahar!
Itulah sebabnya iapun berfikir dan berusaha
sekeras – kerasnya
untuk sementara menyembunyikan keislamanya
sampai terjadi sesuatu yang dikehendaki Allah.
Demikianlah ia senantiasa bulak-balik aktif
menghadiri setiap
kegiatan majlis Ky. Kasiran, walaupun
ia sendiri sadar akan
dampak dari itu semuanya seandainya suatu ketika ibunya mengetahui
akan kegiatan itu, pastinya juga sudah dibayangkan
bagaimana besarnya amarah murka sang ibu pada dirinya.
Akan tetapi, bagi diri Sutaprana masuk Islam
sudah merupakan keputusan final yang tidak dapat diganggu gugat lagi. Berangkat
dari suatu kesadaran pribadi bukan paksaan, sehingga yang
ia rasakan nyatanya keimanan itu
yang menjadikan hatinya merasa
damai dan bahagia.
Akan tetapi, dalam suasana seperti
ini – dalam suasana alam
perkampungan maka mestinya di Wanayasa
ini tiada rahasia
yang tersembunyi. Mata badega-badega ( kaki
tangan )
Wanayasa
akan berkeliaran kemana-mana mengikuti setiap
langkah gerak dan menyelusuri setiap jejak.
Kebetulan suatu ketika se
seorang badega yang namanya tidak
disebutkan melihat Sutaprana memasuki rumah
Ky. Kasiran secara tersembunyi.
kemudian dihari yang lain dilihatnya ia
mengerjakan sholat seperti yang dilkukan Ky. Kasiran. Tanpa
basa basi lagi,
secepat kilat si badega ini menemui si rewet dan melaporkan berita yang
dilhatnya itu.
Berdirilah Sutaprana dihadapan sang ibu
dan keluarganya serta para petinggi Wanayasa yang
berkumpul di rumahnya. Dengan hati yang yakin dan pasti
dibacakanya ayat-ayat Al-Qur’an hasil pelajaran
Ky. Kasirah itu dengan maksud untuk mencuci
hati nurani mereka,
dan mengisinya dengan hikmah kislaman yang penuh kemulian
…………
Ketika sang ibu hendak
membungkam mulut putranya dengan tamparan
keras, tiba-tiba tangan yang ter-ulur bagai anak panah
itu akhirnya surut juga dan jatuh terkulai dibuatnya tak berdaya….
Entah kenapa……
Yang jelas dengan keimanan dan ketaqwaan
ini, akan melahiran suatu pancaran nur yang
menjadaikan seseorang dalam hidupnya penuh kewibawaan dan keberanian dan
tak pernah ragu dalam menegakkan suatu Haq .
Karena rasa nurani keibuanya, bagaimanapun
galaknya ibunda Sutaprana rupanya kalau sampai memukul dan
menyakiti badan putranya ini….. dia benar-benar dibuatnya
tidak tega juga.
Tapi demi gengsi
dalam tuntutan bela agama karuhun-aruhunnya, Maka diambilah
suatu keputusan hukuman kepada anaknya dengan
cara lain. Dibawalah putranya itu kesuatu
tempat terpencil dirumahnya , lalu dikurung
dan dipenjarakanya rapat-rapat.
Demikianlah beberapa lama Sutaprana
tinggal dalam kurungan, sampai
suatu saat hingga timbul
dari fikiranya untuk
punya niat melepaskan diri ,
dan Sutapranapun mencari
muslihat, dan berhasil mengelabui ibu dan
penjaga-penjaganya. Lalu pergi ke suatu daerah yang tidak
disebutkan namanya akan tetapi masih ada dalam wilayah kekuasaan nageri
Wanayasa.
Pergi untuk
meninggalkan pangkat, jabatan, keturunan
, segala kemilau harta dunia dan kemewahan –
ya pergi seorang diri demi menegakkan
suatu keimanan , ujlah !
Padahal ia seorang putra mahkota pewaris
tahta orang tuanya. Kenapa ia
tetap pergi, kenapa
pangkat dan jabatan terhormat
itu ditinggalkan dan tak bersedia menerimanya.
Katanya : “ Kalau kamu masih mampu makan tanah asal
tidak membawahi dua orang manusia, maka lakukanlan ! “
Kenapa ia menolak pangkat
dan jabatan, tapi memilih
pergi – kecuali mengepalai sepasukan tentara yang
pergi menuju medan perang .
Dengan kalimat –
kalimat yang jelas dan
manis, Sutaprana memberikan tauladan kepada kita,
bahwa ternyata untuk mencari hakekat keagamaan
ini memerlukan pengobanan
, adanya usaha
keras dan perjuangan besar
yang nyata , yang harus dilalui
dalam hidup. Ujian dan penderitaan yang harus dilalui Sutaprana
ditiap saat dan tempat kian meningkat.
Pada suatu hari ia tampil
dihadapan beberapa orang muslim di suatu
majlis yang sama – sama
duduk sekeliling Ky. Kasirah. Demi
memandang Sutaprana
mereka semua
menundukan kepala dan memejamkan
mata. Malu bercampur sedih , sementara beberapa orang matanya basah
karena duka. Mereka melihat Sutaprana memakai baju dan celana usang yang
bertambal tambal, padahal belum lagi hilang dari ingatan mereka
– pakaian sebelum masuk
Islam – tak obahnya bagaikan
kembang ditaman, berwarna warni dan berhamburkan bau wangi.
Adapun Ky. Kasirah menatap dengan pandangan penuh arti,disertai
cinta kasih dan syukur dalam hati,
pada bibirnya tersungging senyum bahagia,
serya berkata : “ Dahulu saya
lihat Sutaprana tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh
kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalkannya semuanya itu demi
cintanya kepada Allah dan Rosul-Nya “
Semenjak
ibunya merasa putus
asa untuk
mengembalikan Sutaprana kepada
kepercayaan lama , animisme – kercayaan kepada roh roh
leluhurnya , Ia menghentikan segala pemberian yang biasa dilimpahkan
kepadanya, bahkan ibunya pernah sesumbar kepada
anak kandungnya sendiri ini
: “ Tak sudi
nasi saya dimakan oleh
orang yang telah mengingkari ajaran karuhun dan patut
memperoleh kutukan dari padanya
“.
Akhir pertemuan Sutaprana dengan ibunya,
ketika perempuan itu hendak mencoba mengurungnya
lagi sewaktu ia pulang
kerumahnya. Sutapranapun bersumpah dan menyatakan
tekadnya untuk membunuh orang-orang suruhan
ibunya apabila rencana itu dilakukan. Karena sang ibu telah
mengetahui kebulatan tekad putranya itu
dalam mengambil suatu
keputusan, tak ada jalan
lain kecuali melepaskan dengan cucuran air mata,
sementara Sutaprana
mengucapkan salamat berpisah dengan menangis
pula.
Saat perpisahan itu menggambarkan kepada
kita , bagaimana
kegigihan yang luar biasa
dalam keanismean di pihak Ibu, sebaliknya kebulatan tekad yang
lebih besar dalam mempertahankan keimanan dari
pihak anak. Ketika sang ibu mengusirnya dari rumahnya
sambil berkata
“ Pergilah sesuka hatimu
! Aku bukan ibumu lagi “. Maka
Sutapranapun menghampiri Ibunya sambil berkata :“ Wahai bunda
! Telah ananda sampaikan nasehat kepada
bunda, dan ananda menaruh kasihan kepada bunda.
Karena itu saksikanlah bahwa tiada Tuhan melainkan
Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan
Allah.
Dengan murka penuh sewot ibunya menyahut : Demi karuhun
karuhun ! Tidak – tidak – tidak
! Sekali-kali aku tak akan masuk kedalam kepercayaanmu itu,
Otakku bisa jadi rusak
dan buah fikiranku tak akan diindahkan orang lagi “.
Demikian Sutaprana meninggalkan kemewahan
dan kesenangan yang dialami selama itu ,
dan ia lebih memilih hidup dengan
kemiskinan dan kesengsaraan…..
Pemuda ganteng dan perlente itu, kini telah menjadi
seorang yang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan
usang, sehari makan dan beberap hari menderita lapar.
Tapi jiwanya yang telah dihiasi dengan aqidah suci
dan cemerlang berkat sepuhan Nur Ilahi. Sebab
Sutaprana telah menyerahkan
seluruh jiwa raga dan nasibnya
kepada Allah, hingga tiada sesuatupun yang
tampak olehnya hanyalah Dia, yang maha kaya- yang maha kuasa – yang maha
mendengar…….. berkat keyakinan yang mendalam itu, hingga
terjadi perubahan pada dirinya
menjadi seorang manusia lain, yaitu manusia
yang dihormati, penuh wibawa dan disegani.
Akhirnya sampailah kepada suatu saat terjadi
penyerangan nageri Wanayasa oleh
Kerajaan Girilawungan yang dipimpin oleh ratunya Nyi Rambut Kasih disatu
pihak, dan sebaliknya nagari Wanayasa dipimpin oleh seorang putra terbaik
Wanayasa “Sutaprana “ yang diceritakan dalam : Babad Perang Bantar V “.
Tersebutlah masing-masing pihak telah mengatur
masing – masing barisanya. Wirapati berdiri di tengah tengah
barisan, menetap setiap wajah, menyelidiki siapa kira-kira yang
pantas diserahi bendera , atau selaku
Panglima Perang. Lama menatap, Wirapati tidak
cepat-cepat mengambil keputusan, entah apa yang
difikrkan. Dikala keheningan itu,
tiba – tiba datanglah seorang pemuda dengan tak
segan dan ragu lagi dirampaslah bendera itu dari tangan Wirapati. Pemuda
itu tiada lain adalah si cerdas – si tahan banting –
sijagoan kita, ya siapalagi
kalau bukan balad kita “ Suta Prana
“, yang pada dirinya senatiasa telah
siap jiwa dan raganya untuk membela nagarinya.
Peperangan
berkobar lalu berkecamuk
dengan sengitnya. Mula-mula pasukan Girilawungan mulai
terdesak . Akan tetapi suasana itu berubah begitu
cepat, dengan tidak diduga pasukan berkuda Nyi
Rambut Kasih menyerang pasukan Wanayasa dari segala jurusan
, lalu tobak dan pedangpun berdentang beradu satu
sama lain. Tapi rupanya pertarungan tidak seimbang yang
menjadikan pasukan Wanayasa banyak yang terbantai , dan terkulai bersimpuh
darah.
Pasukan Wanayasa akhirnya
yang menjadi kacau balau….
Demi melihat
barisan Wanayasa yang porak
poranda, pasukan Nyi Rambut
Kasihpun mulai menyerang kearah Wirapati dengan maksud
menghantamnya.
Sutaprana menyadari suasana
gawat itu. Maka diacungkanya bendera setinggi
tingginya dan bagaikan ngauman singa lapar, ia bertakbir sendirian
sekeras kerasnya, lalu maju kemuka, melompat,
mengelak dan berputar , lalu menerkam. Dengan tujuan untuk
menarik perhatian musuh kepadanya dan
melupakan Wirapati. Oleh karenanya Si Jagoan ini
benar-benar perang habis-habisan
tanpa memikirkan resiko
maut dihadapannya……….
Sungguh, walaupun seorang diri , akan tetapi
Sutaprana bertempur laksana banteng ngamuk …….. Sebelah tangannya
memegang bendera sebagai tameng
, sedangkan sebelahnya lagi menebaskan pedang dengan mata yang tajam… Akan tetapi musuh bertambah banyak saja. Sehingga gugurlah Suta
Prana dan jatuhlah bendera…… Ia gugur sebagai bintang
dan mahkota putra terbaik negri Wanayasa.
Tapi sayang di saat –saat terakhir Sutaprana, tidak
ada saksi mata yang akan menceritakan yang menjadi lantaran gugurnya
pahlawan besar ini.
Gugurnya oleh siapa, apakah oleh tangan Ny Rambut
Kasih sendiri – atau oleh siapa ? Yang pasti, gugurnya Sutaprana
dialaminya setelah dengan keberanian luar biasa mengarungi kancah
pengorbanan yang panjang.Nah inilah dia sutaprana yang budiman itu……! Itulah
dia Sutaprana yang zuhud ahli ibadah dan
yang selalu merindukan kembali
untuk bertemu dengan Tuhanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar