Kamis, 28 Agustus 2014

Sejarah Sutawangi



Saudara Daspan mantan Raksabumi desa Surawangi, bercerita  kepada  saya  Opin  Asropi-Sekretaris Desa Sutawangi, penulis  Legenda    Desa   Sutawangi   pada    tahun  1988 ,  mengenai sejarah asal usul nama    Sutawangi.
Konon,  desa   Satawangi   lahir   dari hasil pemecahan Desa Jatiwangi tempo dulu dan terjadi pada tahun 1587. Sejarah asal usul nama Jatiwangi itu sendiri jauh sebelum   desa    Jatiwangi, Desa Karang Anyar, Desa Mandapa, dan Desa Sutawangi lahir. Dahulu   ada   sebuah    wilayah  yang didominir oleh seorang  yang paling mampu dan mempunyai  banyak kelebihan terutama  dibidang ilmu kedigjayaan ,  dimana    wilayah  yang dimaksud  adalah  “ Wanayasa “   suatu  wilayah,   dimana di dalamnya  termasuk  wilayah kecamatan Jatiwangi sekarang,   meliputi  wilayah : Desa Jatiwangi  tempo dulu  (wilayah   Kecamatan  Jatiwangi sekarang ,  desa Mandapa   dan desa  Karang  Anyar ), desa-desa    dalam  Kecamatan  Dawuan (kecuali  desa  Mandapa   dan   Desa Karang Anyar ),   desa-desa dalam  Kecamatan Kertajati , desa-desa dalam  Kecamatan  Jatitujuh, desa-desa dalam kecamatan Ligung dan desa-desa dalam  kecamatan Palasah , dimana  istilah kecamatan ketika itu belum ada.
Kawasan     tersebut     diatas  didirikan oleh seorang yang bernama  “ SAKWATA GELAR “,    yang   selanjutnya   tampuk   pimpinan   kekuasaan dilanjutkan oleh  anak keterunanya yang benama  “ PRABU BANJAR SARI “ mempunyai  anak ,    diantaranya :   GIWANG KARA,   PRABU SWARMAN, KARMAYASA   dan  WIRAPATI.      Dari WIRAPATI   ini kekuasaan negeri  ini  tidak   dilanjutkan  oleh anak keturunanya   (sehubungan putra mahkotanya telah gugur dimedan perang  sebagaimana akan diceriterakan selanjutnya ), akan tetapi diteruskan  oleh adik-adiknya yang bernama  RADEN NIRMALA sebagai raja , dan adiknya yang  satu  lagi   yang benama  “ ARYA JATEN JATISWARA “ sebagai maha patihnya. Dan akhirnya setelah Raden Nirmala wafat,  Aria Jaten Jatiswara ini naik keprabo ( naik tahta ) menjadi Raja Wanayasa yang terkhir.
Karena   beliau    mempunyai tampuk  kepemimpinan yang sangat baik  dan  dapat diterima rakyatnya sehingga   kawasan Wanayasa ini dapat berkembang dan bertahan dalam kurun  waktu relatif  cukup  lama,    hingga  runtuhnya    Wanayasa,    kemudian    timbul   Istilah    kedemangan/     atau kawadanaan  Jatiwangi, meliputi kawasan daerah  (istilah sekarang kecamatan ),  yaitu: Kecamatan Jatiwangi, kecamatan Jatitujuh, kecamatan Ligung,    kecamatan Kertajati,  kecamatan  Dawuan,   kecamatan Palasah.
Hal   tersebut    dimana   diceritakan dalam  kisah   “ Babad Perang  Bantar  V “ ,   dimana    Arya   Jaten   Jatiswara    mendapat    serangan dari pangeran Muhammad Bupati I  (pertama )   Majalengka    yang   dibantu oleh seorang yang bernama Manikomala yang bergelar “ Jaya Pergiwa “  hingga    runtuhnya  nagari    Wanayasa  dan timbulnya  istilah kademangan  dan sebagai  jasa  –  jasanya   Manikomala   ini   oleh Pangeran Muhammad  diangkat menjadi kademangan Jatiwangi ( Demang atau Wedana pertama ).
Adalah   asal  usul   Desa    Sutawangi  itu sendiri     diceritakan dari mulut kemulut hingga menjadi suatu legenda yang dipercaya keberadaanya, konon katanya ketika raja    Wirapati   berkuasa    di kerajaan Wanayasa ini , tersebutlah  Wanayasa mendapat serangan     dari   kerajaan   Girilawungan   (Majalengka tempo dulu )   yang   ketika   itu  dipimpin oleh seorang ratunya bernama    “ Nyi Rambut Kasih “     Maka      terjadilah   perang   sedasyat-dasyatnya   antara  pasukan Rambut Kasih dipihak pertama dan dilain pihak pasukan    Wanayasa yang   dipimpin   oleh   seorang    putra mahkota yang bergelar  “SUTAPRANA“  atau dalam istilah bahasa sunda “ Suta “ berarti anak dan     “Prana  “  berarti   wangi   sehingga   dari peperangan tersebut mengakibatkan    gugurnya   seorang  pahlawan  nageri  Wanayasa,     yaitu Sutaprana.     Oleh   karenanya    untuk    mengenang   jasa –  jasanya   atas kepahlawanan Sutaprana  tersebut   diabadikan   menjadi nama suatu desa, yaitu desa Sutaprana atau Desa Sutawangi sekarang.
Kepala desa Sutawangi untuk pertama kali manggung  adalah yang bernama Saca Guna, yang dimakaman di suatu kampung ,   yang sekarang pemakaman tersebut diabadikan  menjadi nama  pemakaman “  Buyut Guna “ (dalam istilah bahasa sunda : “Buyut Guna “ terdiridari dua suku kata yaitu kata Buyut dan Guna, dimana   Buyut  artinya   nenek moyang   dan    Guna berasal   dari   sempalan  nama Saca Guna),     dan  tempat    peristirahatan terakhir sang kakek moyangnya masyarakat Sutawangi pertama ini letaknya dipinggir jalan Raya Jatiwangi – Tonjong atau    tepatnya di Dusun 02- Kapur (belakang eks.kompleks Pabrik Gula Jatiwangi- Desa Sutawangi ).  Dimana Saca guna ini adalah cucu dari “ Arya Limbangan“  seorang maha patih nageri Wanayasa ketika Arya Jaten Jatiswara berkuasa.
SUTAPRANA PUTRA TERBAIK NEGERI WANAYASA
Siapakah nama asli sang Sutaprana, dan dimana  dimakamkannya sang heroik  ini, serta tahun berapa  meninggalnya ? Tidak ada  keterangan sama sekali, baik dari  cerita  masyarakat  maupun dari     prasasti.     Malah prasastinyapun  tidak ada.       Akan tetapi  sumber berita ini,  penulis : Opin Asropi , Sekretaris Desa pada tahun 1990 telah mendapat berita  dari    Pak Emon mantan Pamong Desa meninggal tahun 2002 pada usia 116 tahun. Dan Pak Emon dari ayahnya Pak Sanen , dari  kakeknya  dari ……… dan seterusnya , sayang pak Emon tidak dapat menerangkan  sampai     kepada sanadnya, akan tetapi  ketika pada zamannya kakeknya pak Emon,      kata pak Emon cerita ini  sangat   mashur   di negri ini,      yaitu     ceritera    akan kepribadian , keteguhan  hati  dan keheroikannya seorang Sutaprana.
Sebelum kita kita berangkat ceritera akan kepribadian,     keteguhan dan keheroikannya ini,     terlebih dahulu    kita  bercerita   tentang seorang prajurit Demak  sepulang mengadakan penyerangan ke kerajaan Pajajaran yang kesasar di Negri Wanayasa, namanya Ky. Kasirah – seorang muslim. Tidak akan kami   diceriterakan    dahulu    tentang  bagaimana  pertemuan antara Ky Kasirah dengan  Suta Prana ini, yang   jelas  Sutaprana       telah mengambil jalan hidup yang berbeda dengan keluarga besar Wanayasa.  Dimana Suta Prana  adalah benar – benar  seorang   muslim  sejati    murid kesayangan     gurunya,   Ky.Kasirah,     sementara      keluarganya     dan lingkungannya    sendiri    masih    bergelut   dengan      aliran kepercayaan ,animisme.
Alangkah baiknya jika kita memulai kisah  dengan     pribadinya :   seorang remaja Wanayasa  terkemuka,  seorang yang paling ganteng  nan tampan, yang semangat   kemudaan penuh jiwa , sehingga  semangat kemudaanya  dilukiskan     oleh      seorang   pujangga  dengan kalimat   “ Seorang putra mahkota  Wanayasa yang mempunyai  nama  paling harum  atau  “ wangi “
Ia  lahir dan dibesarkan dalam kesenangan ,  dan    tumbuh   dalam lingkunganya,    dalam lingkungan alam Wanayasa ,       pada  alam dimana ayahnya   “ Wirapati “   seorang penguasa    atau   pembesar     di negeri ini. Mungkin tak ada seorangpun diantara anak   –  anak   muda         Wanayasa   yang seberuntung dimanjakan  oleh kedua orang tuanya sedemikian rupa seperti yang dialami Sutaprana.   Apalagi Sutaprana kenyataan ini  benar-benar seorang anak tunggal !
Mungkinkah kiranya seorang anak   muda  yang   serba  kecukupan, bisa hidup mewah dan manja,     menjadi buah bibir  atau idola gadis-gadis  Wanayasa dan menjadi  bintang    ditempat   –   tempat pertemuan, tiba-tiba menjelma  menjadiseorang ksatria hingga menjadi  buah cerita dipanggung  dunia Wanayasa  ini……. Dan    tiba    –  iba    ia  tampil   dalam    semangat kepahlawanan ?
Sungguh, suatu riwayat penuh pesona, riwayata seorang  Sutaprana yang       baik    yang penuh tauladan………   ini  tiada lain ini adalah berkat  tempaan  nilai-nilai Islam, tentunya dan  didikan Ky. Kasirah, adanya.
Tapi  corak  kepribadian manakah….?
Sungguh, kisah hidupnya menjadi kebanggaan bagi kemanusiaan pada umumnya.
Suatu hari anak muda ini mendengar berita  yang telah tersebar luas dikalangan  warga Wanayasa mengenai Ky. Kasirah ini,    yang mengatakan  bahwa dirinya menganut ajaran Muhammad S.A.W sebagai pembawa berita suka   ataupun    tidak   suka   dan  dirinya      mengatakan sebagi da’i  yang mengajak umat beribadat  kepada Allah Yang maha Esa.     Maka     dengan sendirinya anak manja ini  rupanya yang paling banyak menerima  berita ini, berita agama yang dibawa Ky. Kasirah .     Karena sekalipun  usianya masih belia, akan tetapi gayanya yang  tampan dan penuh pesona  serta     cerdas otaknya .Sehingga  si   cerdas  ini        tak    heran,   kalau  ia   selalu menjadi   bunga  majlis   disetiap    pertemuan  dan   seorang    yang mudah bergaul di kalangan  masyarakat    dan     luas    pandanganya.   Inilah  yang  merupakan keistimewaan  tersendiri dari seorang Sutaprana.
Diantara berita yang didengarnya ialah bahwa Ky. Kasirah  bersama pengikutnya  biasa mengadakan pertemuan di suatu tempat yang   terhindar jauh dari rongrongan   gerombolan   kaum    animisme    Wanayasa.   Tidak disebutkan tepatnya dimana lokasi  pertemuan itu, dan kalau disuatu rumah , ya dirumah siapa ?.Entahlah…
Tapi  yang jelas si cerdas ini,   disuatu senja  yang   didorong         oleh suatu kerinduanya yang mendalam ,    maka tidak panjang    lebar       lagi pergilah ia kesuatu tempat rahasia itu,  tempat yang    biasa Ky.    Kasiran dan para sahabatnya berkumpul, tempat dimana ayat –ayat Al-Qur’an   itu selalu didengungkan  dan  ajaran sholat  diajarkan, maka      di tempat itu pula Sutaprana  mulai  bersaksi :  “Bahwa tiada  ilah kecuali Allah, dan  bahwa Muhammad adalah utusan Allah “.
Maka begitu mengucapkan kedua kalimat sahadat,     aneh bin ajaib dada pemuda yang semula  dirasakan panas penuh gejolak, hingga tiba-tiba  berubah  menjadi sebuah lubuk hati yang tenang dan damai, tak obah bagai lautan yang teduh dan dalam .
Dan  sungguh pemuda     yang telah islam dan   penuh keimananya ini, kini
benar- benar  bukan Sutaprana yang manja seperti dulu.Tapi kini si wong bagus ini benar  –  benar    telah   mermiliki     ilmu  hikmah    yang      luas  –  berlipat ganda dari ukuran  manusia se- usianya –        dan  benar  –  benar  telah mempunyai kepekatan  hati yang mampu merubah jalan sejarah …….!
Nyi Mas Sarinten, yakni ibunda Sutaprana,  adalah   seorang    yang berkepribadian kuat dan berpendirian yang tak dapat   ditawar –  tawar  atau diganggu gugat. Ia seorang wanita cerewet……. Terpandang…, disegani  sekaligus ditakuti kaumnya.    Sungguh  seorang yang paling galak di kalangan  Kaum Wanayasa  ini !
Adalah Sutaprana  dalam menganut Islam ini, sudah barang     tentu tiada    s atupun   kekuatan manusia     yang ditakuti dan dikhawatirkan  bagi dirinya     kecuali    ibunya    sendiri,    bahkan    walaupun seluruh penduduk   Wanayasa   ini beserta   berhala   berhalanya,     para    pembesar    dengan pedang    dan    parangnya  berubah menjadi  suatu keganasan      demikian rupa dan   menjadi sesuatu kekuatan yang     menakutkan     yang    hendak    menyerang    dan menghancurkanya, tentunya  bagi Sutaprana hal itu  akan menganggapnya  sesuatu yang kecil dan enteng.    Akan sebaliknya apabila yang dihadapi itu nyatanya ……….   tantangan dari   sang  ibu    si  cerewet , sudah barang tentu bagi Sutaprana lain ceritanya… tentunya  bukan     lawan enteng memeh dahar!     Itulah sebabnya iapun berfikir dan berusaha  sekeras      –  kerasnya    untuk   sementara   menyembunyikan keislamanya   sampai terjadi sesuatu yang dikehendaki Allah.
Demikianlah ia senantiasa bulak-balik  aktif menghadiri     setiap     kegiatan  majlis Ky. Kasiran,     walaupun   ia sendiri   sadar   akan      dampak dari itu semuanya seandainya suatu ketika ibunya mengetahui  akan   kegiatan   itu, pastinya juga sudah dibayangkan bagaimana besarnya  amarah murka sang ibu pada dirinya.    Akan tetapi,      bagi diri Sutaprana masuk Islam sudah merupakan keputusan final yang tidak dapat diganggu gugat lagi. Berangkat dari suatu kesadaran pribadi bukan paksaan, sehingga   yang  ia      rasakan  nyatanya keimanan itu    yang   menjadikan   hatinya   merasa   damai   dan bahagia.
Akan tetapi,    dalam suasana seperti ini   –    dalam   suasana  alam perkampungan  maka  mestinya di Wanayasa   ini    tiada     rahasia     yang tersembunyi.    Mata badega-badega    ( kaki tangan )      Wanayasa              akan berkeliaran kemana-mana  mengikuti setiap langkah  gerak dan menyelusuri setiap jejak.
Kebetulan suatu ketika  se seorang  badega  yang   namanya    tidak disebutkan   melihat   Sutaprana memasuki   rumah Ky.    Kasiran     secara tersembunyi.   kemudian dihari yang lain   dilihatnya   ia  mengerjakan sholat  seperti yang dilkukan Ky. Kasiran.  Tanpa basa    basi   lagi,    secepat   kilat  si badega ini menemui si  rewet dan melaporkan berita yang dilhatnya itu.
Berdirilah Sutaprana  dihadapan  sang  ibu dan   keluarganya  serta  para petinggi Wanayasa yang berkumpul di rumahnya.    Dengan hati yang yakin dan pasti dibacakanya ayat-ayat Al-Qur’an  hasil pelajaran     Ky. Kasirah  itu  dengan maksud untuk mencuci    hati      nurani     mereka,  dan mengisinya  dengan hikmah  kislaman yang penuh  kemulian …………
Ketika   sang ibu hendak   membungkam   mulut   putranya   dengan tamparan keras,     tiba-tiba tangan yang ter-ulur bagai anak panah itu akhirnya surut juga dan jatuh terkulai  dibuatnya tak berdaya….
Entah kenapa……
Yang jelas  dengan keimanan  dan ketaqwaan ini,      akan melahiran  suatu pancaran nur yang menjadaikan seseorang  dalam hidupnya penuh kewibawaan dan keberanian dan tak pernah ragu dalam menegakkan suatu Haq .
Karena  rasa nurani  keibuanya,  bagaimanapun galaknya ibunda Sutaprana rupanya  kalau sampai   memukul dan menyakiti  badan putranya ini…..   dia benar-benar dibuatnya tidak tega juga.
Tapi demi  gengsi  dalam  tuntutan  bela agama karuhun-aruhunnya, Maka diambilah suatu keputusan hukuman kepada anaknya dengan  cara lain.    Dibawalah   putranya  itu kesuatu tempat terpencil dirumahnya ,   lalu   dikurung  dan   dipenjarakanya rapat-rapat.
Demikianlah  beberapa lama Sutaprana   tinggal   dalam   kurungan, sampai    suatu    saat  hingga   timbul   dari   fikiranya    untuk   punya    niat melepaskan   diri ,    dan   Sutapranapun    mencari muslihat,     dan berhasil mengelabui ibu dan penjaga-penjaganya. Lalu pergi ke  suatu  daerah  yang tidak disebutkan namanya akan tetapi masih ada dalam wilayah  kekuasaan nageri Wanayasa.
Pergi untuk meninggalkan   pangkat,  jabatan,   keturunan ,   segala kemilau harta dunia dan kemewahan  –   ya   pergi   seorang   diri  demi menegakkan suatu keimanan , ujlah !
Padahal ia seorang putra  mahkota   pewaris   tahta   orang   tuanya. Kenapa   ia  tetap  pergi,     kenapa    pangkat   dan   jabatan   terhormat   itu ditinggalkan dan tak bersedia menerimanya.
Katanya :  “ Kalau kamu masih mampu makan tanah asal tidak  membawahi dua orang manusia, maka lakukanlan !  “
Kenapa ia menolak    pangkat   dan   jabatan, tapi   memilih      pergi –      kecuali mengepalai sepasukan tentara yang pergi menuju medan perang .
Dengan    kalimat   –   kalimat   yang   jelas   dan  manis,   Sutaprana memberikan tauladan kepada kita,    bahwa ternyata untuk mencari hakekat keagamaan    ini     memerlukan      pengobanan ,   adanya   usaha     keras    dan  perjuangan    besar  yang  nyata , yang    harus  dilalui    dalam   hidup. Ujian dan penderitaan  yang harus dilalui Sutaprana  ditiap saat dan tempat kian meningkat.
Pada   suatu hari   ia tampil   dihadapan    beberapa orang muslim di suatu  majlis   yang   sama   – sama   duduk  sekeliling   Ky. Kasirah.    Demi memandang    Sutaprana   mereka      semua     menundukan    kepala   dan memejamkan  mata.  Malu bercampur sedih ,  sementara beberapa orang matanya basah karena duka. Mereka melihat Sutaprana memakai baju dan celana usang yang bertambal tambal, padahal belum lagi hilang dari ingatan mereka   –   pakaian   sebelum   masuk    Islam  –    tak   obahnya   bagaikan kembang ditaman,  berwarna warni  dan berhamburkan bau wangi.
Adapun Ky. Kasirah menatap dengan pandangan penuh arti,disertai cinta kasih dan syukur dalam hati,     pada    bibirnya    tersungging  senyum bahagia,     serya berkata :       “  Dahulu saya lihat   Sutaprana tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya,  kemudian ditinggalkannya semuanya itu demi cintanya kepada Allah dan Rosul-Nya “
Semenjak     ibunya     merasa    putus  asa    untuk mengembalikan         Sutaprana kepada kepercayaan lama , animisme – kercayaan     kepada roh roh leluhurnya , Ia menghentikan segala pemberian yang biasa  dilimpahkan kepadanya, bahkan ibunya pernah sesumbar    kepada   anak   kandungnya sendiri ini  :       “ Tak   sudi    nasi    saya   dimakan    oleh  orang yang telah mengingkari     ajaran  karuhun dan patut   memperoleh   kutukan     dari padanya “.
Akhir pertemuan Sutaprana dengan ibunya,     ketika perempuan itu hendak mencoba  mengurungnya   lagi   sewaktu   ia   pulang   kerumahnya.    Sutapranapun bersumpah dan menyatakan   tekadnya   untuk     membunuh orang-orang suruhan ibunya  apabila rencana itu dilakukan. Karena sang ibu  telah mengetahui  kebulatan tekad putranya     itu   dalam mengambil   suatu   keputusan,      tak   ada  jalan  lain  kecuali  melepaskan dengan cucuran air mata, sementara      Sutaprana   mengucapkan   salamat    berpisah dengan menangis pula.
Saat perpisahan itu menggambarkan     kepada kita ,       bagaimana kegigihan    yang    luar    biasa dalam keanismean  di pihak  Ibu, sebaliknya kebulatan tekad yang lebih besar dalam mempertahankan    keimanan   dari pihak anak. Ketika   sang ibu mengusirnya  dari rumahnya  sambil    berkata
“ Pergilah sesuka hatimu !        Aku bukan ibumu lagi “. Maka Sutapranapun menghampiri Ibunya sambil berkata :“ Wahai  bunda !   Telah ananda sampaikan nasehat kepada   bunda,    dan ananda menaruh kasihan kepada bunda.   Karena   itu saksikanlah    bahwa tiada Tuhan melainkan Allah,   dan Muhammad adalah     hamba dan utusan Allah.
Dengan murka  penuh sewot ibunya menyahut : Demi karuhun karuhun !   Tidak  –  tidak  –  tidak  !  Sekali-kali aku tak akan masuk kedalam kepercayaanmu itu, Otakku   bisa    jadi    rusak  dan buah fikiranku tak akan diindahkan orang lagi “.
Demikian Sutaprana meninggalkan kemewahan   dan    kesenangan yang dialami selama itu , dan    ia lebih memilih hidup  dengan   kemiskinan dan kesengsaraan…..
Pemuda ganteng dan perlente itu, kini telah   menjadi seorang yang melarat dengan pakaiannya yang kasar     dan usang,   sehari makan dan beberap hari menderita lapar.
Tapi jiwanya yang telah dihiasi dengan  aqidah suci dan   cemerlang  berkat sepuhan Nur Ilahi. Sebab  Sutaprana   telah   menyerahkan    seluruh   jiwa raga   dan   nasibnya   kepada Allah,   hingga   tiada  sesuatupun  yang tampak  olehnya hanyalah Dia, yang maha kaya- yang maha kuasa – yang maha mendengar…….. berkat keyakinan yang mendalam itu,  hingga terjadi    perubahan   pada dirinya    menjadi   seorang   manusia   lain, yaitu manusia yang dihormati, penuh   wibawa dan disegani.
Akhirnya sampailah kepada suatu  saat  terjadi  penyerangan nageri Wanayasa     oleh    Kerajaan   Girilawungan yang dipimpin oleh ratunya Nyi Rambut Kasih disatu pihak, dan sebaliknya nagari Wanayasa dipimpin oleh seorang putra terbaik Wanayasa  “Sutaprana “ yang diceritakan dalam : Babad Perang Bantar V “.
Tersebutlah masing-masing pihak telah mengatur   masing –  masing barisanya.  Wirapati berdiri di tengah tengah barisan, menetap setiap  wajah, menyelidiki siapa kira-kira  yang pantas  diserahi    bendera ,  atau   selaku Panglima Perang.     Lama menatap,  Wirapati tidak cepat-cepat mengambil keputusan, entah apa yang difikrkan.     Dikala keheningan itu,    tiba  –   tiba datanglah   seorang pemuda dengan tak segan dan ragu lagi dirampaslah bendera itu dari  tangan Wirapati. Pemuda itu tiada lain adalah si cerdas – si tahan banting    –   sijagoan   kita, ya   siapalagi   kalau   bukan   balad    kita “ Suta Prana “, yang  pada   dirinya   senatiasa   telah siap jiwa dan raganya  untuk membela nagarinya.
Peperangan       berkobar     lalu    berkecamuk   dengan   sengitnya.  Mula-mula  pasukan Girilawungan mulai terdesak .   Akan tetapi suasana itu  berubah begitu cepat,      dengan tidak diduga pasukan berkuda Nyi Rambut Kasih menyerang pasukan Wanayasa dari segala jurusan ,     lalu tobak dan pedangpun berdentang  beradu satu sama lain.    Tapi rupanya  pertarungan tidak seimbang yang menjadikan pasukan Wanayasa banyak yang terbantai , dan terkulai bersimpuh darah.
Pasukan Wanayasa   akhirnya   yang   menjadi  kacau balau….
Demi melihat        barisan   Wanayasa   yang   porak   poranda,    pasukan    Nyi  Rambut Kasihpun  mulai menyerang   kearah Wirapati dengan  maksud menghantamnya.
Sutaprana    menyadari   suasana  gawat  itu.   Maka   diacungkanya bendera setinggi tingginya dan bagaikan ngauman singa lapar,   ia bertakbir sendirian sekeras kerasnya,   lalu maju kemuka,  melompat,  mengelak  dan berputar , lalu menerkam. Dengan tujuan untuk menarik   perhatian    musuh kepadanya dan   melupakan Wirapati.   Oleh karenanya Si Jagoan ini benar-benar     perang   habis-habisan  tanpa   memikirkan  resiko      maut  dihadapannya……….
Sungguh, walaupun seorang diri , akan tetapi Sutaprana   bertempur laksana banteng ngamuk …….. Sebelah tangannya    memegang    bendera sebagai  tameng ,  sedangkan sebelahnya lagi menebaskan pedang dengan mata yang tajam… Akan tetapi musuh bertambah banyak saja. Sehingga gugurlah Suta Prana dan jatuhlah bendera……    Ia  gugur sebagai bintang dan mahkota  putra terbaik negri Wanayasa. 
Tapi sayang  di saat –saat  terakhir Sutaprana, tidak ada saksi mata yang akan menceritakan  yang menjadi lantaran gugurnya pahlawan besar ini. 
Gugurnya oleh siapa, apakah oleh tangan  Ny Rambut  Kasih sendiri – atau oleh siapa  ? Yang pasti, gugurnya Sutaprana dialaminya setelah  dengan keberanian luar biasa mengarungi kancah pengorbanan  yang panjang.Nah inilah dia sutaprana yang budiman itu……! Itulah dia     Sutaprana yang zuhud ahli ibadah dan yang    selalu   merindukan kembali    untuk    bertemu dengan Tuhanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar